TAHUN PERGOLAKAN PERMESTA 1958-1961
Kapela Maria Di Puncak Kimentur |
PERKEMBANGAN SEMINARI PASCA PERMESTA
Dengan
usainya Permesta, mulai dirasakan bahwa gedung seminari terlalu kecil dan
sempit. Bahkan karena tidak ada tempat lagi, maka siswa-siswa kelas Probatorium
terpaksa menumpang di Frateran Tomohon. Untuk perluasan gedung seminari maka
bruder-bruder dengan tukang-tukangnya mulai beraksi lagi di seminari
Kakaskasen. Bantuan sukarelawan dari umat sekitar bahkan dari para frater dari
seminari tinggi Pineleng tidak ketinggalan. Pembangunan ini berjalan selama 5
tahun dan menghasilkan suatu bangunan yang megah dan siap pakai. Tahun 1960,
seminari mulai mengikuti ujian Negara untuk tingkat SMP dan hasilnya 100% memuaskan karena rata-rata setiap tahunnya
menjadi juara dari semua sekolah. Ujian Negara untuk tingkat SMA baru mulai
sekitar tahun 1965. Semuanya dengan hasil yang memuaskan. Maksud dari
ujian-ujian Negara tersebut bukan sekedar memperlihatkan prestasi pendidikan
seminari melainkan juga antara lain untuk membantu siswa-siswa yang tidak
meneruskan pelajarannya di seminari tetapi dapat melanjutkan di sekolah-sekolah
yang lain.
Pada
permulaan tahun pelajaran 1978, staf seminari sudah menganggap bahwa tingkat
persiapan (Probatorium) boleh ditiadakan. Karena itu murid-murid yang lulus
test diterima langsung duduk di kelas Sexta. Ditingkat ini diberikan pelajaran
khusus agar mereka dapat mampu mengikuti pelajaran-pelajaran lanjut di
seminari. Jumlah tahun pelajaran di seminari menengah menjadi enam yaitu:
Sexta, Quinta, Quarta, Tertia, Poesis dan Rhetorica. Tiga tahun yang pertama
itu sama dengan tingkat SLTP sedangkan tiga tahun yang terakhir itu sama dengan
tingkat SLTA dengan tambahan khusus sebagai calon imam.
HAWA BARU PENDIDIKAN
Pada
bulan juli 1981 diadakan penerimaan murid baru seminari dan rupanya inilah
angkatan terakhir yang berkesempatan untuk mengikuti pendidikan SMP di
seminari. Sejak tahun 1982 pihak seminari tidak menerima lagi calon-calon
lulusan sekolah dasar. Calon-calon lulusan SMP tidak diizinkan langsung duduk
di kelas 1 SMP. Mereka dipersiapkan dahulu selama satu tahun di Kelas Persiapan
Bawah (KPB). Dengan demikian tingkat yang ada di seminari dari enam tahun
menjadi empat tahun yakni Quarta, Tertia, Poesis dan Rhetorica. Setelah melewati
berbagai tantangan akhirnya seminari kakaskasen dapat menikmati angin segar. Pendidikan
seminari yang pada dasarnya juga mengikuti kurikulum pemerintah, menghasilkan
mutu pendidikan yang tidak kalah bersaing dengan sekolah-sekolah sederajat. Hal
ini dapat dilihat dengan prestasi yang dicapai oleh para siswa seminari yang
mengikuti ujian Negara. Selama beberapa tahun, ranking para seminaris tetap
berada pada posisi puncak.
Adapun
pada tahun 1997, pihak seminari memutuskan untuk mengubah sistem belajarnya
lagi, yakni Kelas Persiapan Bawah (KPB) diganti Kelas Persiapan Atas (KPA). Maksudnya
adalah kelas yang paling rendah atau kelas Quarta (Kelas 0) kini tingkatnya
menjadi kelas satu SMU dan sesudah tamat SMU para siswa diberikan lagi program
khusus selama satu tahun untuk mempersiapkan diri buat seminari Agung. Oleh karena
perubahan sistem itu maka pada saat ujia Negara tahun 2000 kelas Poesis yang
kini sederajat dengan kelas 3 SMU menghadap ujian Negara bersama dengan kelas
Rhetorica (angkatan terakhir KPB). Ketika menginjak tahun yubileum seminari
yang ke-75, berbagai program dan kegiatan dilaksanakan oleh pihak seminari
antara lain karena mengingat usia bangunan-bangunan seminari terutama tembok
Kapela yang sudah tua dan rapuh, maka sekitar bulan maret tahun 2003 diadakan
renovasi. Selanjutnya, pada tahun 2009, diperoleh bantuan dari pemerintah kota
Tomohon untuk pembangunan dua ruang kelas di bagian barat yang sekarang menjadi
ruang kelas Rhetorica dan ruang guru.
Tahun
2011 ini sebagian besar gedung-gedung di seminari St. Fransiskus Xaverius
Kakaskasen sudah berusia sekitar 63 tahun. Beberapa bagian bahkan sudah keropos
dimakan zaman, misalnya ruang tata usaha, ruang rekreasi dan kamar-kamar
pastores, ruang-ruang kelas, ruang tidur, dan ruang studi. maklum bagian
dalamnya masih berbahan bamboo. Namun rahmat benih-benih panggilan masih terus
bertumbuh terbukti dengan banyaknya pelamar yang mendaftar setiap tahunnya. Semoga
panggilan menjadi imam tetap lestari adanya. Benih yang sudah ditanam pasti
akan tetap tumbuh berkembang dan berbuah. Seminari dari umat, bersama umat dan
untuk umat.
Demikianlah
sejarah ringkas perjalanan seminari Menengah St. Fransiskus Xaverius
Kakaskasen. Dan Sejarah akan tetap berlanjut. “Tempora Mutantur Et Nos Mutamur
In Illis”, waktu itu terus berubah dan kita akan seiring berubah di dalamnya. (Sekian...)
(Sumber: "Buku Memoria Nostra: Ad Maiorem Dei Gloriam" yang diadaptasi dari Majalah Seminaris "Kimentur" edisi Khusus No.1/thn VII/2003)
Related Articles
Tidak ada komentar:
Posting Komentar