LAHIRNYA SEMINARI KAKASKASEN
Bertambahnya
siswa-siswa ternyata menjadi kendala bagi pihak seminari sebab kompleks yang
ada di Woloan sudah tidak dapat lagi menampung mereka semua. Untung dapat
dibeli tanah kompleks radio pemerintah di Kakaskasen yang dijual karena
stasiunnya akan dipindahkan ke tempat yang lain. pembangunan fisik mulai
dilaksanakan pada 1 januari 1936 oleh Br. Boers c.s dibantu oleh sukarelawan
mapalus umat katolik Woloan, Tomohon, Kakaskasen dan desa-desa sekitar. Gedung tersebut
diberkati oleh Mgr. W. Panis pada tanggal 4 november 1936. Dalam upacara
pemberkatan gedung seminari, hadir hampir semua tenaga Misi wilayah Prefektur
Apostolik Manado, Residen Manado bersama anggota pimpinan pemerintah yang lain.
gedung baru itu pada mulanya dipergunakan untuk tahun filsafat dan tingkat
Rhetorica. Tingkat-tingkat yang lain masih tinggal di Woloan.
Pembangunan
dilanjutkan lagi dan akhirnya selesai pada bulan agustus 1937. Dengan demikian
maka tahun sekolah 1937-1938 dapat dimulai dengan lancer. Kompleks seminari ini
terdiri dari seminari menengah yang bernama Seminari Theresianum dan Seminari
Agung bagian filasafat yang bernama Seminari Xaverianum. Sementara itu perang
mulai berkecamuk di Eropa yang menyebabkan putusnya hubungan antara para
Misionaris dengan netherland. Pada tanggal 10 januari 1942, tentara Jepang
mendarat melalui laut dan udara. Melihat hal ini maka direktur seminari Pater
C. De Bruyn memerintahkan supaya para murid segera menyingkir dan pulang ke kampong
untuk menghindari serangan tentara buas ini. Dalam waktu yang singkat seminari
Kakaskasen diduduki. Para pastornya ditawan. Gedung seminari dijadikan sekolah
pertanian, dan kemudian menjadi tempat penyimpanan alat-alat perang. Ketika sekutu
mengetahui hal itu, mulailah kompleks seminari di-bom. Akibatnya begitu parah
bahkan kapel seminari hancur berkeping-keping. Kompleks seminari tingal
reruntuhan puing berserakan. Yang Nampak masih kokoh, walaupun tinggal sebagian
adalah altar. Tidak hanya itu saja, harta benda seminari juga dijarah dan
gedung seminari sempat dipakai sebagai tempat penampungan warga dan keluarga
Belanda yang dinyatakan sebagai tawanan perang. Hancurnya gedung seminari
Kakaskasen menyebabkan seminari kembali ke Woloan. Demikian pada tanggal 1
januari 1946 dalam gedung Normaalschool dibukalah sekolah Tarcisius dengan
Pastor Hendriks sebagai direkturnya. Murid yang diterima berjumlah 19 orang
dengan derajat pengetahuan kelas 5 sekolah dasar.
SEMANGAT BARU
Tahun
1948-1949 seminari menengah mulai melangkah maju. Waktu itu Kelas Sexta dimulai
dengan 15 murid. Pada waktu itu juga kompleks seminari Kakaskasen yang hancur
mulai diperbaiki dan dibangun lagi. Dengan giat dan cepat Br. Boers
melaksanakan tugas pembangunannya, sehingga sesudah liburan yang panjang tahun
1949, yaitu pada bulan September, siswa-siswa dapat langsung ke seminari
Kakaskasen. Pada waktu itu kelas Quinta berjumlah 15 orang, kelas Sexta 10
orang dan kelas Probatorium 25 orang. Salah satu cirri khas seminari yaitu
adanya aturan dan disiplin sebagai calon imam. Sebab tanpa aturan dan disiplin
maka hampalah pendidikan di seminari. Hal ini ditekankan lagi oleh Duta
Vatikank, Mgr. G. de Jonghe D’Ardoye pada waktu kunjungannya tanggal 21
september 1951. Pada kunjungannya ke seminari, duta Vatikan member perhatian
khusus kepada para calon imam dan beliau menegaskan bahwa hidup para calon imam
harus ditandai oleh Ibadah, Pengetahuan dan Disiplin.
Tahun
1953-1954, Rhetorica pertama muncul. Mereka telah menyelesaikan tahun-tahun
pelajarannya di seminari dan akan melanjutkan studinya ke seminari tinggi. Dari
tahun ke tahun jumlah di tingkat atas terus bertambah dan langsung ke seminari
tinggi Pineleng.
(Bersambung...)
Related Articles
Tidak ada komentar:
Posting Komentar