Selasa, 25 Desember 2012

CUMA NAMAKU

"Nyatanya, banyak orang yang tidak mengerti akan diriku,
dan aku pun tak pernah mau mencoba untuk membuat mereka mengerti.
meski mereka mengira aku sombong, ego, pendiam atau eksentrik sekalipun,
aku tetap melanjutkan hidupku dengan penuh senym ataupun air mata layaknya mereka
sebagai manusia biasa. Karena aku memang seorang manusia biasa saja......"

     Setiap hari, aku berjalan tanpa arah apalagi tujuan. Kataku "mungkin hanya sekedar untuk menantang hari...." Berbagai hal telah kulewati, entah hari yang terik ataupun hujan, jalan yang lurus dan berbelok, padang rumput hijau yang berhiaskan kembang-kembang indah berwarna-warni maupun padang gersang sunyi yang ditinggali ilalang-ilalang bodoh yang mulai agak menguning....layu dan mati. Kadang aku tertawa, tetapi kadang pula aku harus meneteskan air mata. Namun, semuanya kuhadapi dengan tabah, lapang dada serta apa adanya tanpa lupa untuk panjatkan syukur dan doa untuk Dia yang penuh kuasa.
     Ditengah perjalanan kerap kuberjumpa dengan berbagai orang yang tidak kukenal. Begitupun sebaliknya, mereka tidak mengenal aku, sehingga harus tercipta suasana yang mengundang berjuta tanya dalam diri mereka tentang "siapa aku ini".Seperti saat aku sementara berjalan di sebuah persimpangan jalan, aku bertemu dengan seorang kakek dan nenek. Aku membantu mereka melintasi jalan  yang penuh dengan kendaraan yang berlalu-lalang. Mereka pun menyambut manis pertolonganku, yang sebenarnya kuanggap memang suatu kewajiban untuk membantu orang yang telah beruban total dan hanya bisa berjalan dengan sebuah tongkat di lengan kanannya, karena usia yang telah berada di ujung senjanya hari. Mereka pun menyapaku dengan penuh senyum dan rasa bangga serta rasa penasaran yang hebat tentang siapa diriku ini. "Siapa kamu nak?" Si kakek ternyata mau mencoba untuk mengenal diriku. Aku pun menjawabnya dengan spontan tapi penuh sopan "aku ini cuma manusia seperti kakek dan nenek yang pastinya akan mengalami usia senja dan akhirnya kembali kepada Dia yang empunya hidup". Kakek dan nenek itu pun hanya tersenyum tipis dan tidak bertanya lagi. Aku pun kembali melanjutkan perjalananku, meski hari semakin mendung. Akhirnya, langit gelap yang semakin menangin dengan deras memaksaku untuk mencoba menepi mencari tempat untuk bernaung. Aku pun duduk di sebuah halte kecil sambil menunggu redahnya sang hujan. Tapi, aku tidak sendiri. Di situ ada seorang gadis yang kelihatannya sebaya denganku lagi menunggu bus untuk melanjutkan kehidupannya. Gadis itu menatapku dengan sedikit sinis dan rasa penasaran yang tak kalah hebatnya. Ya, mungkin di matanya aku kelihatan asing atau pun sedikit aneh. "Hei mau kemana?" Aku pun kaget. Aku tak menyangka gadis itu pun mau mencoba mengenal sedikit tentang diriku. "Aku mau pergi ke tempat untuk kulanjutkan kehidupanku. kalau nona mau kemana?..." akupun menjawab pertanyaannya dengan singkat dan balik bertanya. Tapi, gadis itu semakin memandangku aneh dan dia pun tidak menjawab pertanyaanku tadi. Hujan pun sudah redah. Kini gadis itu telah pergi entah kemana bersama sebuah mini bus berwarna kebiruan yang nampaknya sudah akan menjadi rongsokan di akhir tahun. Aku pun berjalan melanjutkan perjalananku melewati bibir jalan berbatu yang masih berlembab. Belum jauh aku berjalan, aku melihat seorang bocah lelaki yang kira-kira berumur 7 tahun sedang menangis sendiri setelah terjatuh tersandung batu ketika sedang berlari. Aku pun segera berlari mendapatkannya dan mencoba membujuk supaya air mata tak lagi membanjiri lesung pipi bocah yang manis itu. Selain sebuah plester untuk menutup luka kecil yang sedikit berdarah, aku pun membelikannya sebuah es krim lezat dan beberapa permen yang kutahu jurus ampuh untuk membujuk seorang bocah yang lagi menangis. Bocah itu pun tersenyum sambil memakan es krim lezat yang digengam tangan kanannya yang mungil. "Nama kakak siapa?" busyet,,,si bocah ternyata juga serius mau mengenal diriku. "Memangnya ade mau tahu,,kenapa?" aku pun balik bertanya sambil mengoles air mata yang nampak mulai mengering di kedua pipinya. "Ya cuma mau tau saja. kan kakak itu orang yang baik..." aku pun tak kuasa menahan rasa tawa yang langsung pecah secara tiba-tiba ketika mendengar kata-kata bocah itu. "Ade itu jangan katakan bahwa kakak itu orang yang baik, karena ade tidak mengenal kakak sedikit pun. kakak itu cuma tidak mau melihat bocah kecil manis seperti kamu itu menangis. makanya kakak berusaha berbuat baik. tetapi, tidak selamanya orang yang berbuat baik itu adalah orang yang baik....Nanti, kalau sudah dewasa pasti ade akan mengerti...." Setelah melihat si bocah kembali riang, aku mulai berjalan perlahan menembus hari yang semakin sore. senja kian mengintip di ufuk sebelah sana. Aku tetap berjalan tanpa kutahu bagaimana harus kuhentikan laju langkahku ini. 
    Sungguh...hari yang kulalui tak kunjung kumengerti. Selalu ada saja orang yang mau mencoba mengenalku dengan bertanya siapa aku, dari mana aku, serta siapa namaku....Padahal, untuk apa mereka melakukannya. Memang mereka akan tahu namaku, akan tahu asalku....tetapi, percuma. Karena mereka hanya akan lebih tidak tahu apa-apa tentang aku. dan aku tidak mau itu terjadi. Tiba-tiba....Aku mendengar suara orang berteriak keras memanggil-manggil diriku di balik jalan yang telah mulai menggelap dan berkabut menyelimuti malam. Lama-kelamaan mulailah nampak sosok gadis yang berparas manis mulai mendekat dengan langkah yang semakin cepat. dan rupanya, sosok parasnya yang manis itu sudah tidak asing lagi bagi diriku. "Halo Brain...kemana saja kamu? banyak orang sibuk mencari-cari kamu. semua orang yang mengenalmu panik akan keberadaanmu..." Gadis itu pun mencoba merayuku untuk kembali pulang dengan gaya haru dan tatapan yang bercampur rasa. "Tidak...aku tidak mau pulang." Aku menjawab singkat tanpa mau berbata-bata. "Tidak...tidak...ayo kita pulang. banyak orang lagi sedih menangisimu saat ini..."Gadis itu sekarang mulai menjatuhkan air mata untuk memaksaku pulang. "Tetapi, kataku tidak ya tidak..."balasku tegas. "Aku sangat mengenalmu Brain, tetapi ini bukan lagi dirimu yang dulu. bukan seperti ini cara Brain yang kukenal menyelasaikan masalahnya..."air mata pun bertambah deras membasahi pipi gadis itu. "Maaf....kau tidak tahu apa-apa tentang diriku atau pun kehidupanku. bahkan sejak dulul sampai detik ini kau tidak mengenal siapa aku ini sedikit pun. dan tak akan ada siapa pun yang akan mengerti sedikit pun tentang aku, termasuk semua yang dekat denganku...jadi, jangan pernah halangi jalanku ini" Gadis itu pun terdiam sambil menangis sedih menatap diriku yang kembali berjalan perlahan dengan raut wajah yang sudah terpaku akan suasana haru yang memaksaku haru juga membasahi pipi dengan sedikit air mata kesedihan. Baru saja kuberjalan di langkah kelima, aku berpaling dengan seuntas senyum kecl, sambil berkata "Ingat, tak ada yang mengenalku,,,dan ingat juga aku itu bukan Brain......Brain itu cuma namaku!!!" Akupun mulai menghilang ditelan gelapnya sang malam yang mulai sepi, dingin dan bisu.



Brain,

    
Related Articles

Tidak ada komentar:

Posting Komentar